Senin, 29 Oktober 2012

Kisah dua bocah



Sebelas tahun yang lalu dua bocah selalu berpegangan tangan yang satu menjaga yang lain tertawa dan menghibur yang sedang tak lagi ingin tertawa.mereka kerap tidur di bawah keindahan langit malam yang penuh akan kemerlip bintang,ber imajinasi bahwa itu adalah atap dari kamar mereka yang salah seorang selalu menerbangkan layang-layang di langit meskipun malam semakin larut dan angin semakin menerkam hingga ke tulang mereka,yang satunya lagi pun selalu tersenyum melihat yang seorang memegang erat tali layang-layang itu,yang seorang berkata “ layang-layang ini akan bertahan hingga mentari tersenyum padanya “
“ya”yang satunya pun lantas percaya dan meng iyakanSaat mentari baru saya menyetuh tepian embun mereka menemui layang-layang itu tak lagi gagah di atas langit tapi sudah menjadi seorang pecundang di atas gubuk,yang seorang merasa kecewa dan lantas menghempaskan layang-layang itu namun yang satunya tertawa terbahak-bahak dan berkata “ aku percaya layang-layang itu akan tetap gagah dan merajahi langit malam hingga langit tak lagi milik malam,mungkin semalam rembulan tidak mau terhalangi oleh layang-layang itu,hingga akhirnya rembulan menyuruh angin untuk berhembus sekuat mungkin dan mempencundangi layang-layangnya “ lantas yang seorang pergi meninggalkan yang satunya dan beralih kepada sebuah pohon tak begitu tinggi namun rindang akan daun,dia berfikir akan di apakan pohon itu..satu hingga dua hari yang seorang tak ingin lagi di ganggu oleh yang satunya,hari ketiga kira-kira yang seorang memanggil yang satunya.yang seorang menggenggam erat tangan mungil yang satunya pada saat itu,mereka berlari lincah lengkap dengan suara ketawa centil mereka..saat itu yang seorang menghadiahkan sebuah rumah pohon beratapkan karung beras dan berbataskan beberapa kain selendang yang telah ia kumpulkan beberapa hari itu, “kurang apa” yang seorang berfikir sambil bertolak pinggang sedangkan yang satunya hanya tertawa sambil memandangi wajah bingung yang seorang “lampu..lampu,aku tidak bisa tidu jika tanpa cahaya”bisik pelan yang satunya “benar!lampu” sahut yang seorang sambil bergegas mencari akal agar bisa mendapatkan sebuah lampu pijar untuk di taruh di rumah pohon itu.“lihat lampu”“seperti mentari kecil yang akan segera redup”“asalkan kamu bisa tidur,ini sudah cukup kan ?”“asalkan kita tidak hanya dengan cahaya kunang-kunang”“kenapa dengan cahaya kunang-kunang?”“aku takut”“kenapa takut”“kenapa bertanya”“kenapa tidak menjawab”“Hahahahha” dua bocah itu tertawa riang di antara sela angin malam.Hari itu cukup panas di tambah debu yang menari bersama angin,teras nenek nya masih berupa tanah yang di tanami berbagai tanaman.yang seorang terlihat murung duduk di bawah pohon rambutan dengan sepeda kecil beroda dua dan berwarna biru roboh di sampingnya,tiba-tiba yang satunya datang dengan sendal jepit dan keringat yang di wajahnya.ai hanya berdiri memandangi si kecilnya yang duduk murung.“hei,kunang-kunang”ledek yang satunya pada yang seorang,tak sepatah katapun keluar dari mulut yang seorang,lantas yang satunya memadangi sepeda roda dua itu dan tanpa isyarat apapun ia telah menyadari bahwa ada seseorang yang sedang belajar sepeda yang saat itu ukurannya agak sedikit lebih besar dari tubuh kecil dan pendek yang sedang duduk tepat di hadapannya.tak lama kemudian terdengarlah suara tawa riang dari seorang gadis kecil,dilihatnya yang seorang sedang riang dan merayakan keberhasilannya menguasai sepeda roda dua itu dan yang satunya hanya dapat mengamati dari dahan-dahan pohon rambutan yang siang itu telah melindungi mereka dari terik matahari.